BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota merupakan pusat permukiman dan kegiatan
penduduk yang dicirikan oleh batasan administratif yang diatur dalam peraturan
perundangan serta didominasi oleh kegiatan produktif bukan pertanian (Badan
standardisasi nasional, 2004). Kota Padang merupakan Ibu Kota Provinsi Sumatera
Barat, memiliki peran dan fungsi sebagai pusat pemerintahan, pendidikan,
perdagangan, pariwisata dan sebagainya. Ibu Kota Provinsi memiliki daya tarik
bagi kaum urbanis untuk tinggal di dalamnya. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2011 menyatakan bahwa permukiman adalah bagian dari lingkungan
hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai
prasana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain
di kawasan perkotaan atau kawasan pedesaan. pemukiman yang sehat adapun
ciri-ciri hunian atau perumahan yang sehat di antaranya, pertama, sarana dan
prasarana sanitasi ada dan terawat. Kedua adanya ventilasi udara yang cukup
untuk pertukaran udara sehat. Ketiga, bangunan yang teratur. Kemudian ciri-ciri
lainya, fungsi bangunan sebagai hunian bukan berfungsi yang lain. Ciri-ciri
pemukiman sehat yang terkahir adalah ada penghijauan.
Permasalahan
permukiman sejak lama menjadi perhatian Dunia Internasional karena memiliki
dimensi persoalan yang luas seiring dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan
pertumbuhan perkotaan. Dalam KTT Millenium-PBB yang dilaksanakan bulan
september 2000, tujuan pembangunan global yang dituangkan dalam Millenium
Development Goals (MDG), salah satu target MDG adalah meningkatkan kualitas
kehidupan 100 juta masyarakat di permukiman kumuh pada tahun 2020. Sebagai
upaya untuk mencapai target MDG tersebut, Wakil Presiden RI telah mencanangkan
“Gerakan Nasional Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh” pada peringatan hari
Habitat di Surabaya tanggal 27 oktober 2001 (Depertemen PU, 2006). Dinas
Prasarana Jalan dan Tata Ruang Permukiman Sumatera Barat mencatat permukiman
kategori kumuh mencapai 200 hektare, umumnya permukiman nelayan yang berada di
kawasan pesisir pantai Kota Padang telah mengalami kecenderungan penurunan
kualitas lingkungan permukiman kumuh diperkotaan, indikasi ini terlihat dari
kondisi lingkungan rumah yang terbuat dari papan berdempetan, tidak memiliki
MCK maupun sumber air bersih yang sesuai dengan standar kesehatan.
Jumlah penduduk yang berada di permukiman kumuh di
Kota Padang sebesar 185.054 jiwa, sekitar 22 persen dari jumlah penduduk kota
padang. Luas permukiman kumuh sebesar 102,6 hektare dari 5.322,82 hektare, atau
sebesar 1,93 persen. Kecamatan Padang Barat terletak di bagian barat kota
padang. Luas permukiman kumuh di Kecamatan Padang Barat mencakup 1,215 Km2
dari seluruh permukiman Padang Barat sebesar 2,87 Km2 atau sekitar
42,33 persen. Kawasan tempat permukiman seluas 2,87 Km2 atau 2,85
persen dari luas keseluruhan sebesar 1,78 Km2. Padang Barat terdiri atas sepuluh
Kelurahan, salah satunya Kelurahan Purus yang luasnya 66,4 hektare terdapat 8
RW dan 30 RT, batas wilayah sebelah utara Banjir Kanal, selatan berbatasan
dengan Kelurahan Olo Timur dan Ujung Gurun, bagian barat berbatasan dengan
Samudera Indonesia, status lahan milik negara 15 persen, tanah negara 7 persen,
tanah hak pakai 3 persen dan tanah milik sendiri 75 persen. Struktur pendapatan
RP 500.000 sampai RP 1.500.000.
Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan diatas oleh
karena itu penulis tertarik untuk membahasa masalah permukiman kumuh dengan
judul makalah “Permasalah Permukiman
Kumuh di Kelurahan Purus Kota Padang”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka identifikasi masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana
pengertian dan kharakteristik permukiman kumuh.
2. Bagaimana
proses terbentuknya permukiman kumuh di Kelurahan Purus.
3. Apa
faktor penyebab terbentuknya permukiman kumuh di Kelurahan Purus.
4. Bagaimana
dampak dari permukiman kumuh di Kelurahan Purus.
5. Bagaimana
upaya penanggulangan permukiman kumuh di Kelurahan Purus.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah, maka rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
pengertian dan kharakteristik permukiman kumuh ?
2. Apa
faktor penyebab terbentuknya permukiman kumuh di Kelurahan Purus?
3. Bagaimana
dampak permukiman kumuh bagi masyarakat Kelurahan Purus?
4. Bagaimana
upaya penanggulangan permukiman kumuh di Kelurahan Purus?
D.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui pengertian dan kharakteristik permukiman kumuh
2. Untuk
mengetahui faktor penyebab timbulnya permukiman kumuh
3. Untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat permukiman kumuh
4. Untuk
mengetahui upaya penanggulangan permukiman kumuh
E.
Manfaat
Penulisan
Manfaat penelitian ini adalah :
1.
Sebagai tugas untuk syarat mata kuliah
Kapita Selekta Geografi.
2.
Pemerintah
Daerah, khususnya kota padang dalam menangani masalah
permukiman.
3.
Sebagai tambahan referensi bagi pembaca dalam pokok bahasan permukiman.
4.
Bagi
teman – teman diskusi,
hasil tulisan
ini diharapkan dapat menjadi
salah satu dasar serta masukan bagi kegiatan diskusi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Permukiman dan
Kharakteristik Permukiman Kumuh
Di kota-kota besar di Negara-negara Dunia biasa ditemukan adanya daerah
kumuh atau pemukiman miskin. Adanya daerah kumuh ini merupakan pertanda kuatnya
gejala kemiskinan, yang antara lain disebabkan oleh adanya urbanisasi berlebih
di kota tersebut. Secara umum, daerah kumuh (slum area) diartikan sebagai suatu
kawasan pemukiman atau pun bukan kawasan pemukiman yang dijadikan sebagai
tempat tinggal yang bangunan-bangunannya berkondisi substandar atau tidak layak
yang dihuni oleh penduduk miskin yang padat. Hampir disetiap daerah di ibukota provinsi maupun negara, dapat kita
jumpai permukiman kumuh yang menyempil diantara bangunan-bangunan megah.
Permukiman itu biasanya mengisi ruang-ruang kosong yang memang disediakan untuk
Ruang Terbuka Hijau atau lahan serapan air
Permukiman Kumuh menunjukan keadaan permukiman padat
yang tidak teratur dan tidak dilengkapi dengan prasarana dan utilitas yang
memadai, terutama jalan dan sarana pembuangan air limbah
(Sadyohutomo,2008:134). Hampir semua kota di negara berkembang menunjukan
adanya permukiman kumuh pada bagian-bagian kotanya. Sebagian besar permukiman
kumuh merupakan tempat tinggal penduduk miskin di pusat kota dan permukiman
padat tidak teratur dipinggiran kota yang penghuninya berasal dari para migran
luar daerah. Sebagian dari permukiman kumuh ini merupakan permukiman ilegal
pada tanah yang bukan miliknya, tanpa izin pemegang hak tanah sehingga disebut
sebagai permukiman liar (wild occupation atau squatter settlement). Tanah –
tanah yang diduduki ini adalah tanah kosong milik perorangan atau milik
perusahaan, tanah – tanah pemerintah atau tanah negara, misalnya sempadan
sungai, saluran drainase, bozem (semacam danau untuk tampungan air) yang telah
mengalami pendangkalan, sempadan jalan, kereta api, pantai, dan tanah instansi
yang tidak terawat.
Menurut Johan Silas dalam (Setiani,2010) permukiman
kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian. Yang pertama adalah kawasan yang
proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan
kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan
kawasan permukiman berkepadatan tinggi adalah embrio permukiman kumuh. Dan yang
kedua kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan
kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh. Menjadi penyebab mobilitas
sosial ekonomi yang stagnan.
Kharakteristik permukiman kumuh menurut Johan Silas
yaitu :
1. Keadaan
rumah pada permukiman kumuh dibawah standar, rata-rata 6 m2/orang.
Sedangkan fasilitas kekotaan secara langsung tidak terlayani karena tidak
tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan permukiman yang ada, maka fasilitas
lingkungan tersebut tidak sulit mendapatkannya.
2. Permukiman
ini secara fisik memberikan manfaaat pokok yaitu dekat dengan tepat mencari
nafkah (opportunity value) dan harga
rumah juga murah (asas keterjangkauan) baik membeli atau menyewa. Manfaat permukiman
disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga murah adalah kesempatan
mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi. Hampir setiap orang tanpa syarat yang
bertele-tele pada setiap saat dan tingkat kemampuan membayar apapun selalu
dapat diterima dan berdiam disana, termasuk masyarakat “residu” seperti
residivis, WTS dan lain-lain.
Kriteria umum
permukiman kumuh :
1. Mandiri
dan produktif dalam banyak aspek, namun terletak pada tempat yang perlu
dibenahi.
2. Keadaan
fisik hunian minim dan perkembangannya lambat. Meskipun terlambat, namun masih
dapat ditingkatkan.
3. Para
penghuni lingkungan permukiman kumuh pada umumnya bermata pencarian tidak tetap
dalam usaha non-formal dengan tingkatan pendidikan rendah.
4. Pada
umumnya penghuni mengalami kemacetan mobilitas pada tingkat yang paling bawah
meskipun tidak miskin serta tidak menunggu bantuan pemerintah, kecuali dibuka
peluang untuk mendorong mobilitas tersebut.
5. Ada
kemungkinan dilayani oleh berbagai fasilitas kota dalam kesatuan progam
pembangunan kota pada umumnya.
6. Kehadirannya
perlu dilihat dan diperlukan sebagai bagian sistem kota yang satu. Tetapi tidak
semua dianggap permanen.
Sedangkan
kriteria khusus permukiman kumuh yaitu sebagai berikut:
1.
Berada di
lokasi tidak legal
2.
Dengan keadaan
fisik yang substandar, penghasilan penghuninya amat rendah (miskin)
3.
Tidak dapat
dilayani berbagai fasilitas kota
4.
Tidak diingini kehadirannya oleh umum, (kecuali yang
berkepentingan)
5.
Permukiman
kumuh selalu menempati lahan dekat pasar kerja (non formal), ada sistem
angkutan yang memadai dan dapat dimanfaatkan secara umum walau tidak selalu
murah.
Permukiman kumuh yang ada Sumatera Barat
terletak disepanjang pesisir pantai, salah satunya di Kota Padang yaitu
permukiman nelayan yang terletak di Kelurahan Purus, daerah ini merupakan CBD (Central Business Distric) merupakan pusat perdagangan dan jasa.
Dalam RTRW dan RUTR Kota Padang lokasi pantai purus diperuntukan sebagai
kawasan perumahan dan permukiman. Gambaran mengenai lingkungan di kawasan
pantai purus memperlihatkan kondisi rumahnya berdesakan, lingkungan dan tata
permukiman tidak beraturan, kurangnya fasilitas, mata pencarian sebagian besar
sektor informal seperti sebagai buruh bangunan, pedagang asongan, membecak,
nelayan dan serta rawan terhadap bencana kebakaran. Untuk lebih jelasnya
kondisi permukiman di panti purus dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Sumber : Dokumen
Pribadi dan Google Earth 2012.
B.
Faktor
Penyebab Permukiman Kumuh
Permukiman yang diharapkan tertata rapi dan mempunyai
prasana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain
di kawasan perkotaan, tetapi kenyataan kota dihadapkan oleh permasalahan
permukiman kumuh (slum area). Faktor
penyebab permukiman kumuh diantaranya sebagai berikut:
1. Kepadatan
permukiman yang tinggi
2. Fasilitas
drainase sangat tidak memadai
3. Pemilik
hak terhadap lahan sering tidak legal
4. Ketidaksesuaian
supply dan demand sarana prasarana
5. Jaringan
air bersih, listrik, pembuangan air kotor tidak memadai
6. Tata
bangunan tidak teratur, dan umumnya bangunan semi permanen
7. Pesatnya
pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan penyediaan sarana dan
prasarana permukiman
8. Kondisi
jalan yang sempit tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, cenderung
berupa jalan tanah
9. Perpindahan
penduduk terkait erat dengan kegiatan ekonomi serta pembangunan sarana dan
prasarana yang masih terpusat diperkotaan
Sebab terbentuknya permukiman kumuh dalam perkembangan
suatu kota, sangat erat kaitannya dengan mobilitas penduduknya. Masyarakat yang
mampu, cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat kota. Sedangkan
bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih tempat tinggal di
pusat kota, khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari
pekerjaan dikota. Kelompok masyarakat inilah yang karena tidak tersedianya
fasilitas perumahan yang terjangkau oleh kantong mereka serta kebutuhan akan
akses ke tempat usaha, menjadi penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di
perkotaan. Latar belakang lain yang erat kaitannya dengan tumbuhnya permukiman
kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena
urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini
mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan
pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para
pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk
mempertahankan kehidupan di kota. Proses Terbentuknya Permukiman Kumuh, dimulai
dengan dibangunnya perumahan oleh sektor non-formal, baik secara perorangan
maupun dibangunkan oleh orang lain. Pada proses pembangunan oleh sektor
non-formal tersebut mengakibatkan munculnya lingkungan perumahan kumuh, yang
padat, tidak teratur dan tidak memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang
memenuhi standar teknis dan kesehatan.
C.
Dampak
Permukiman Kumuh
Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak.
a.
Dari segi
pemerintahan
Pemerintah dianggap dan dipandang tidak cakap dan tidak peduli dalam
menangani pelayanan terhadap masyarakat.
b.
Dari segi sosial
Dimana sebagian
masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan
ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan
ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial.
c.
Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak
masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku
menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant behaviour)
d.
Wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor, planologi
penertiban bangunan sukar dijalankan.
e.
Terjadinya bencana baik banjir, kebakaran.
f.
Dari segi
kesehatan banyak penyakit yang ditimbulkan akibat pola hidup yang tidak sehat
g.
Dari segi lingkungan
Lingkungan kotor, semrawut, bau dan
becek karena tidak tersedianya sarana dan utilitas, selain itu berkurangnya
tempat resapan air atau ruang terbuka hijau akibat pembangunan permukiman pada
ruang yang ilegal.
D.
Upaya
Penanggulangan Permukiman Kumuh
Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah Kota Padang
dalam menangulangi permukiman kumuh di Kelurahan Purus, sebagai berikut:
1. Membangun
rumah susun
Dengan
adanya rumah susun, baik Rusunawa maupun Rusunami. Masyarakat yang masih
tinggal dipemukiman kumuh ini dapat tinggal di rumah susun ini. Terutama dapat menghemat
lahan pemukiman. Pembangunan rumah susun di purus yaitu Rusunawa (rumah susun
sederhana sewa) yang sudah menghabiskan dana sebesar RP 35 milyar bantuan
pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat Indonesia, yang
diprioritaskan untuk 192 KK yang berada dilokasi yang sifatnya disewakan tetapi
saat ini Rusunawa yang ada di purus IV masih terbengkalai. Sebaiknya pemerintah
mengalakan kepada masyarakat untuk menempati Rusunawa dengan biaya yang murah. Supaya
terjangkau oleh masyarakat yang berpendapatan berkisar antara Rp 500.000 hingga
1.500.000 per bulan. Sangat disayangkan Rusunawa seperti gambar dibawah ini
yang sudah menghabiskan dana bermilyar ternyata teronggok dan tak
termanfaatkan.
Sumber
: Antarasumbar.com 2012.
2.
Program perbaikan kampung
a) Melalui
Program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP). Diarahkan untuk
pembangunan jalan lingkungan dan tempat
mandi dan cuci kakus (MCK) dipermukiman serta pembangunan dan perbaikan
drainase. Tetapi hal ini belum didukung oleh biaya yang memadai. Sehingga tidak
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
b) Program
RPIJM (program investasi jangka menengah) Kondisi saat ini program tidak aktif,
akibatnya kurang rencana strategis Renstra (program bidang cipta karya),
program ini berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti air
bersih, sanitasi dan pengolahan persampahan serta drainase.
3. Memberikan
penyuluhan tentang dampak tinggal di pemukiman kumuh ini.
Minimnya
sosialisasi dan penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah kota padang berdampak
timbulkan masalah. Salah satunya adalah mewabahnya penyakit. Karena kebanyakkan
pemukiman ini lingkungannya kotor sehingga
tidak terlepas tentang penyakit. Maka dari itu pemerintah harus dapat
memberikan penyuluhkan tentang dampak yang di timbulkan dari pemukiman kumuh
ini agar masyarakat bisa sadar dan peka bahayanya tinggal di pemukiman kumuh.
Upaya
yang dilakukan pemerintah kota dalam menangani masalah permukiman kumuh belum
maksimal dan masih banyak yang perlu dibenahi terlebih sosialisasi terhadap
masyarakat serta gerakan yang sekarang ini yang menaruh perhatian besar yang
dilakukan oleh Gubernur DKI Jokowi yang sekarang ini ramai di media dengan
melakukan pendekatan kepada masyarakat, melakukan survei langsung ke lapangan,
kemudian mensosialisasikan kepada masyarakat untuk turut serta berperan dalam
program pemerintah, serta dalam beberapa waktu ini akan mengucurkan dana kepada
camat untuk merealisasikan rencana menangani permukiman kumuh di DKI Jakarta
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kota
Padang merupakan Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat, memiliki peran dan fungsi
sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, pariwisata dan sebagainya.
Ibu Kota Provinsi memiliki daya tarik bagi kaum urbanis untuk tinggal di
dalamnya. Dalam pemanfaatan tata ruang kota harus dirancang dengan sebaik
mempertimbangkan aspek-aspek keteraturan, terutama dalam mengatasi permukiman
kumuh yang marak terjadi pada daerah sepanjang pesisir pantai, yang rata-rata
dihuni oleh pekerja sektor informal seperti para nelayan, buruh, pedagang
asongan dan lain-lain. Akibat pembangunan permukiman yang tidak teratur serta
tidak dilengkapi dengan sarana dan utilitas umum yang menyebabkan kesemrawutan.
Dampak permukiman kumuh dengan pola masyarakat yang tidak sehat dan
ketidakteraturan bangunan menimbulkan berbagai masalah.
Menyikapi
hal ini pemerintah Kota Padang sudah berupaya membangun Rusunawa yang terletak
di Purus, dengan harapan pola kehidupan masyarakat berubah, dari kebiasaan yang
suka membuang sampah dan kotoran sembarangan, serta membangun rumah di lahan
ilegal serta ruang tebuka hijau yang menjadi serapan air dapat ditanggulangi.
Hal yang masih belum optimal dilakukan yaitu sosialisasi terhadap masyarakat
untuk menciptakan lingkungan hunian yang sehat dengan bertempat tinggal di
Rusunawa yang telah dibangun dengan biaya yang mampu dijangkau oleh masyarakat.
Dan hal lain yang dilakukan seperti program perbaikan kampung yang masih belum
berjalan serta sosialisasi yang kurang yang menyebabkan perkumiman kumuh belum ditangani
secara baik
B. SARAN
Sebaiknya
pemerintah beserta masyarakat turut serta dalam menangani masalah permukiman
kumuh di kelurahan purus, dengan menjalankan program-program yang telah
tersedia dilakukan dengan optimal sehingga masalah ini mampu diatasi dengan
baik, karena tanpa kerjasama maka tidak akan terealisasi