Selasa, 25 Desember 2012

MAKALAH PERMUKIMAN KUMUH TUGAS KAPITA SELEKTA GEOGRAFI


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kota merupakan pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang dicirikan oleh batasan administratif yang diatur dalam peraturan perundangan serta didominasi oleh kegiatan produktif bukan pertanian (Badan standardisasi nasional, 2004). Kota Padang merupakan Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat, memiliki peran dan fungsi sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, pariwisata dan sebagainya. Ibu Kota Provinsi memiliki daya tarik bagi kaum urbanis untuk tinggal di dalamnya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 menyatakan bahwa permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan pedesaan. pemukiman yang sehat adapun  ciri-ciri hunian atau perumahan yang sehat di antaranya, pertama, sarana dan prasarana sanitasi ada dan terawat. Kedua adanya ventilasi udara yang cukup untuk pertukaran udara sehat. Ketiga, bangunan yang teratur. Kemudian ciri-ciri lainya, fungsi bangunan sebagai hunian bukan berfungsi yang lain. Ciri-ciri pemukiman sehat yang terkahir adalah ada penghijauan.
 Permasalahan permukiman sejak lama menjadi perhatian Dunia Internasional karena memiliki dimensi persoalan yang luas seiring dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan pertumbuhan perkotaan. Dalam KTT Millenium-PBB yang dilaksanakan bulan september 2000, tujuan pembangunan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDG), salah satu target MDG adalah meningkatkan kualitas kehidupan 100 juta masyarakat di permukiman kumuh pada tahun 2020. Sebagai upaya untuk mencapai target MDG tersebut, Wakil Presiden RI telah mencanangkan “Gerakan Nasional Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh” pada peringatan hari Habitat di Surabaya tanggal 27 oktober 2001 (Depertemen PU, 2006). Dinas Prasarana Jalan dan Tata Ruang Permukiman Sumatera Barat mencatat permukiman kategori kumuh mencapai 200 hektare, umumnya permukiman nelayan yang berada di kawasan pesisir pantai Kota Padang telah mengalami kecenderungan penurunan kualitas lingkungan permukiman kumuh diperkotaan, indikasi ini terlihat dari kondisi lingkungan rumah yang terbuat dari papan berdempetan, tidak memiliki MCK maupun sumber air bersih yang sesuai dengan standar kesehatan.
Jumlah penduduk yang berada di permukiman kumuh di Kota Padang sebesar 185.054 jiwa, sekitar 22 persen dari jumlah penduduk kota padang. Luas permukiman kumuh sebesar 102,6 hektare dari 5.322,82 hektare, atau sebesar 1,93 persen. Kecamatan Padang Barat terletak di bagian barat kota padang. Luas permukiman kumuh di Kecamatan Padang Barat mencakup 1,215 Km2 dari seluruh permukiman Padang Barat sebesar 2,87 Km2 atau sekitar 42,33 persen. Kawasan tempat permukiman seluas 2,87 Km2 atau 2,85 persen dari luas keseluruhan sebesar 1,78 Km2. Padang Barat terdiri atas sepuluh Kelurahan, salah satunya Kelurahan Purus yang luasnya 66,4 hektare terdapat 8 RW dan 30 RT, batas wilayah sebelah utara Banjir Kanal, selatan berbatasan dengan Kelurahan Olo Timur dan Ujung Gurun, bagian barat berbatasan dengan Samudera Indonesia, status lahan milik negara 15 persen, tanah negara 7 persen, tanah hak pakai 3 persen dan tanah milik sendiri 75 persen. Struktur pendapatan RP 500.000 sampai RP 1.500.000.
Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan diatas oleh karena itu penulis tertarik untuk membahasa masalah permukiman kumuh dengan judul makalah “Permasalah Permukiman Kumuh di Kelurahan Purus Kota Padang”.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka identifikasi masalah dalam makalah ini yaitu:
1.    Bagaimana pengertian dan kharakteristik permukiman kumuh.
2.    Bagaimana proses terbentuknya permukiman kumuh di Kelurahan Purus.
3.    Apa faktor penyebab terbentuknya permukiman kumuh di Kelurahan Purus.
4.    Bagaimana dampak dari permukiman kumuh di Kelurahan Purus.
5.    Bagaimana upaya penanggulangan permukiman kumuh di Kelurahan Purus.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengertian dan kharakteristik permukiman kumuh ?
2.      Apa faktor penyebab terbentuknya permukiman kumuh di Kelurahan Purus?
3.      Bagaimana dampak permukiman kumuh bagi masyarakat Kelurahan Purus?
4.      Bagaimana upaya penanggulangan permukiman kumuh di Kelurahan Purus?

D.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian dan kharakteristik permukiman kumuh
2.      Untuk mengetahui faktor penyebab timbulnya permukiman kumuh
3.      Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat permukiman kumuh
4.      Untuk mengetahui upaya penanggulangan permukiman kumuh

E.     Manfaat Penulisan
Manfaat penelitian ini adalah :
1.         Sebagai tugas untuk syarat mata kuliah Kapita Selekta Geografi.
2.         Pemerintah Daerah, khususnya kota padang dalam menangani masalah permukiman.
3.         Sebagai tambahan referensi bagi pembaca dalam pokok bahasan permukiman.
4.         Bagi teman – teman diskusi, hasil tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar serta masukan bagi kegiatan diskusi.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Permukiman dan Kharakteristik Permukiman Kumuh  
Di kota-kota besar di Negara-negara Dunia biasa ditemukan adanya daerah kumuh atau pemukiman miskin. Adanya daerah kumuh ini merupakan pertanda kuatnya gejala kemiskinan, yang antara lain disebabkan oleh adanya urbanisasi berlebih di kota tersebut. Secara umum, daerah kumuh (slum area) diartikan sebagai suatu kawasan pemukiman atau pun bukan kawasan pemukiman yang dijadikan sebagai tempat tinggal yang bangunan-bangunannya berkondisi substandar atau tidak layak yang dihuni oleh penduduk miskin yang padat. Hampir disetiap daerah di ibukota provinsi maupun negara, dapat kita jumpai permukiman kumuh yang menyempil diantara bangunan-bangunan megah. Permukiman itu biasanya mengisi ruang-ruang kosong yang memang disediakan untuk Ruang Terbuka Hijau atau lahan serapan air
Permukiman Kumuh menunjukan keadaan permukiman padat yang tidak teratur dan tidak dilengkapi dengan prasarana dan utilitas yang memadai, terutama jalan dan sarana pembuangan air limbah (Sadyohutomo,2008:134). Hampir semua kota di negara berkembang menunjukan adanya permukiman kumuh pada bagian-bagian kotanya. Sebagian besar permukiman kumuh merupakan tempat tinggal penduduk miskin di pusat kota dan permukiman padat tidak teratur dipinggiran kota yang penghuninya berasal dari para migran luar daerah. Sebagian dari permukiman kumuh ini merupakan permukiman ilegal pada tanah yang bukan miliknya, tanpa izin pemegang hak tanah sehingga disebut sebagai permukiman liar (wild occupation atau squatter settlement). Tanah – tanah yang diduduki ini adalah tanah kosong milik perorangan atau milik perusahaan, tanah – tanah pemerintah atau tanah negara, misalnya sempadan sungai, saluran drainase, bozem (semacam danau untuk tampungan air) yang telah mengalami pendangkalan, sempadan jalan, kereta api, pantai, dan tanah instansi yang tidak terawat.
Menurut Johan Silas dalam (Setiani,2010) permukiman kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian. Yang pertama adalah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi adalah embrio permukiman kumuh. Dan yang kedua kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh. Menjadi penyebab mobilitas sosial ekonomi yang stagnan.
Kharakteristik permukiman kumuh menurut Johan Silas yaitu :
1.    Keadaan rumah pada permukiman kumuh dibawah standar, rata-rata 6 m2/orang. Sedangkan fasilitas kekotaan secara langsung tidak terlayani karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan permukiman yang ada, maka fasilitas lingkungan tersebut tidak sulit mendapatkannya.
2.    Permukiman ini secara fisik memberikan manfaaat pokok yaitu dekat dengan tepat mencari nafkah (opportunity value) dan harga rumah juga murah (asas keterjangkauan) baik membeli atau menyewa. Manfaat permukiman disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga murah adalah kesempatan mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi. Hampir setiap orang tanpa syarat yang bertele-tele pada setiap saat dan tingkat kemampuan membayar apapun selalu dapat diterima dan berdiam disana, termasuk masyarakat “residu” seperti residivis, WTS dan lain-lain.

Kriteria umum permukiman kumuh :
1.    Mandiri dan produktif dalam banyak aspek, namun terletak pada tempat yang perlu dibenahi.
2.    Keadaan fisik hunian minim dan perkembangannya lambat. Meskipun terlambat, namun masih dapat ditingkatkan.
3.    Para penghuni lingkungan permukiman kumuh pada umumnya bermata pencarian tidak tetap dalam usaha non-formal dengan tingkatan pendidikan rendah.
4.    Pada umumnya penghuni mengalami kemacetan mobilitas pada tingkat yang paling bawah meskipun tidak miskin serta tidak menunggu bantuan pemerintah, kecuali dibuka peluang untuk mendorong mobilitas tersebut.
5.    Ada kemungkinan dilayani oleh berbagai fasilitas kota dalam kesatuan progam pembangunan kota pada umumnya.
6.    Kehadirannya perlu dilihat dan diperlukan sebagai bagian sistem kota yang satu. Tetapi tidak semua dianggap permanen.

Sedangkan kriteria khusus permukiman kumuh yaitu sebagai berikut:
1.    Berada di lokasi tidak legal
2.    Dengan keadaan fisik yang substandar, penghasilan penghuninya amat rendah (miskin)
3.    Tidak dapat dilayani berbagai fasilitas kota
4.     Tidak diingini kehadirannya oleh umum, (kecuali yang berkepentingan)
5.    Permukiman kumuh selalu menempati lahan dekat pasar kerja (non formal), ada sistem angkutan yang memadai dan dapat dimanfaatkan secara umum walau tidak selalu murah.
Permukiman kumuh yang ada Sumatera Barat terletak disepanjang pesisir pantai, salah satunya di Kota Padang yaitu permukiman nelayan yang terletak di Kelurahan Purus,  daerah ini merupakan CBD (Central Business Distric) merupakan pusat perdagangan dan jasa. Dalam RTRW dan RUTR Kota Padang lokasi pantai purus diperuntukan sebagai kawasan perumahan dan permukiman. Gambaran mengenai lingkungan di kawasan pantai purus memperlihatkan kondisi rumahnya berdesakan, lingkungan dan tata permukiman tidak beraturan, kurangnya fasilitas, mata pencarian sebagian besar sektor informal seperti sebagai buruh bangunan, pedagang asongan, membecak, nelayan dan serta rawan terhadap bencana kebakaran. Untuk lebih jelasnya kondisi permukiman di panti purus dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Sumber : Dokumen Pribadi dan Google Earth 2012.

B.     Faktor Penyebab Permukiman Kumuh
Permukiman yang diharapkan tertata rapi dan mempunyai prasana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan, tetapi kenyataan kota dihadapkan oleh permasalahan permukiman kumuh (slum area). Faktor penyebab permukiman kumuh diantaranya sebagai berikut:
1.    Kepadatan permukiman yang tinggi
2.    Fasilitas drainase sangat tidak memadai
3.    Pemilik hak terhadap lahan sering tidak legal
4.    Ketidaksesuaian supply dan demand sarana prasarana
5.    Jaringan air bersih, listrik, pembuangan air kotor tidak memadai
6.    Tata bangunan tidak teratur, dan umumnya bangunan semi permanen
7.    Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan penyediaan sarana dan prasarana permukiman
8.    Kondisi jalan yang sempit tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, cenderung berupa jalan tanah
9.    Perpindahan penduduk terkait erat dengan kegiatan ekonomi serta pembangunan sarana dan prasarana yang masih terpusat diperkotaan
Sebab terbentuknya permukiman kumuh dalam perkembangan suatu kota, sangat erat kaitannya dengan mobilitas penduduknya. Masyarakat yang mampu, cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat kota. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih tempat tinggal di pusat kota, khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota. Kelompok masyarakat inilah yang karena tidak tersedianya fasilitas perumahan yang terjangkau oleh kantong mereka serta kebutuhan akan akses ke tempat usaha, menjadi penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di perkotaan. Latar belakang lain yang erat kaitannya dengan tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota. Proses Terbentuknya Permukiman Kumuh, dimulai dengan dibangunnya perumahan oleh sektor non-formal, baik secara perorangan maupun dibangunkan oleh orang lain. Pada proses pembangunan oleh sektor non-formal tersebut mengakibatkan munculnya lingkungan perumahan kumuh, yang padat, tidak teratur dan tidak memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi standar teknis dan kesehatan.

C.    Dampak Permukiman Kumuh
Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak.
a.    Dari segi pemerintahan
Pemerintah dianggap dan dipandang tidak cakap dan tidak peduli dalam menangani pelayanan terhadap masyarakat.
b.    Dari segi sosial
Dimana sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial.
c.    Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya. Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant behaviour)
d.   Wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor, planologi penertiban bangunan sukar dijalankan.
e.    Terjadinya bencana baik banjir, kebakaran.
f.      Dari segi kesehatan banyak penyakit yang ditimbulkan akibat pola hidup yang tidak sehat
g.    Dari segi lingkungan
Lingkungan kotor, semrawut, bau dan becek karena tidak tersedianya sarana dan utilitas, selain itu berkurangnya tempat resapan air atau ruang terbuka hijau akibat pembangunan permukiman pada ruang yang ilegal.

D.    Upaya Penanggulangan Permukiman Kumuh
Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah Kota Padang dalam menangulangi permukiman kumuh di Kelurahan Purus, sebagai berikut:
1.    Membangun rumah susun
Dengan adanya rumah susun, baik Rusunawa maupun Rusunami. Masyarakat yang  masih tinggal dipemukiman kumuh ini dapat tinggal di rumah susun ini. Terutama dapat menghemat lahan pemukiman. Pembangunan rumah susun di purus yaitu Rusunawa (rumah susun sederhana sewa) yang sudah menghabiskan dana sebesar RP 35 milyar bantuan pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat Indonesia, yang diprioritaskan untuk 192 KK yang berada dilokasi yang sifatnya disewakan tetapi saat ini Rusunawa yang ada di purus IV masih terbengkalai. Sebaiknya pemerintah mengalakan kepada masyarakat untuk menempati Rusunawa dengan biaya yang murah. Supaya terjangkau oleh masyarakat yang berpendapatan berkisar antara Rp 500.000 hingga 1.500.000 per bulan. Sangat disayangkan Rusunawa seperti gambar dibawah ini yang sudah menghabiskan dana bermilyar ternyata teronggok dan tak termanfaatkan.
http://www.antarasumbar.com/id/foto/fotoutama/281012183936_img_0531.jpg
Sumber : Antarasumbar.com 2012.
2.    Program perbaikan kampung
a)    Melalui Program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP). Diarahkan untuk pembangunan  jalan lingkungan dan tempat mandi dan cuci kakus (MCK) dipermukiman serta pembangunan dan perbaikan drainase. Tetapi hal ini belum didukung oleh biaya yang memadai. Sehingga tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
b)   Program RPIJM (program investasi jangka menengah) Kondisi saat ini program tidak aktif, akibatnya kurang rencana strategis Renstra (program bidang cipta karya), program ini berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti air bersih, sanitasi dan pengolahan persampahan serta drainase.
3.    Memberikan penyuluhan tentang dampak tinggal di pemukiman kumuh ini.
Minimnya sosialisasi dan penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah kota padang berdampak timbulkan masalah. Salah satunya adalah mewabahnya penyakit. Karena kebanyakkan pemukiman ini  lingkungannya kotor sehingga tidak terlepas tentang penyakit. Maka dari itu pemerintah harus dapat memberikan penyuluhkan tentang dampak yang di timbulkan dari pemukiman kumuh ini agar masyarakat bisa sadar dan peka bahayanya tinggal di pemukiman kumuh.
Upaya yang dilakukan pemerintah kota dalam menangani masalah permukiman kumuh belum maksimal dan masih banyak yang perlu dibenahi terlebih sosialisasi terhadap masyarakat serta gerakan yang sekarang ini yang menaruh perhatian besar yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jokowi yang sekarang ini ramai di media dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat, melakukan survei langsung ke lapangan, kemudian mensosialisasikan kepada masyarakat untuk turut serta berperan dalam program pemerintah, serta dalam beberapa waktu ini akan mengucurkan dana kepada camat untuk merealisasikan rencana menangani permukiman kumuh di DKI Jakarta

                                 















BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Kota Padang merupakan Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat, memiliki peran dan fungsi sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, pariwisata dan sebagainya. Ibu Kota Provinsi memiliki daya tarik bagi kaum urbanis untuk tinggal di dalamnya. Dalam pemanfaatan tata ruang kota harus dirancang dengan sebaik mempertimbangkan aspek-aspek keteraturan, terutama dalam mengatasi permukiman kumuh yang marak terjadi pada daerah sepanjang pesisir pantai, yang rata-rata dihuni oleh pekerja sektor informal seperti para nelayan, buruh, pedagang asongan dan lain-lain. Akibat pembangunan permukiman yang tidak teratur serta tidak dilengkapi dengan sarana dan utilitas umum yang menyebabkan kesemrawutan. Dampak permukiman kumuh dengan pola masyarakat yang tidak sehat dan ketidakteraturan bangunan menimbulkan berbagai masalah.
Menyikapi hal ini pemerintah Kota Padang sudah berupaya membangun Rusunawa yang terletak di Purus, dengan harapan pola kehidupan masyarakat berubah, dari kebiasaan yang suka membuang sampah dan kotoran sembarangan, serta membangun rumah di lahan ilegal serta ruang tebuka hijau yang menjadi serapan air dapat ditanggulangi. Hal yang masih belum optimal dilakukan yaitu sosialisasi terhadap masyarakat untuk menciptakan lingkungan hunian yang sehat dengan bertempat tinggal di Rusunawa yang telah dibangun dengan biaya yang mampu dijangkau oleh masyarakat. Dan hal lain yang dilakukan seperti program perbaikan kampung yang masih belum berjalan serta sosialisasi yang kurang yang menyebabkan perkumiman kumuh belum ditangani secara baik

B.     SARAN
Sebaiknya pemerintah beserta masyarakat turut serta dalam menangani masalah permukiman kumuh di kelurahan purus, dengan menjalankan program-program yang telah tersedia dilakukan dengan optimal sehingga masalah ini mampu diatasi dengan baik, karena tanpa kerjasama maka tidak akan terealisasi

ANALISIS KEPENDUDUKAN


Penduduk merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah. Karena penduduk merupakan sumber daya manusia yang partisipasinya sangat diperlukan agar perencanaan dapat berjalan dengan baik. Penduduk juga merupakan motor penggerak pembangungan sehingga tidak dapat dilepaskan peranannya dalam pembangunan daerah. Selain sebagai subjek dalam proses pembangunan, penduduk dapat juga bertindak sebagai objek, dimana ia akan menjadi target dalam setiap proses pembangunan. Oleh karena itu analisis kependudukan sangat efesiensi dan efektivitas perencanaan pembangunan agar berhasil sebagaimana diharapkan.
Dalam analisis kependudukan, banyak faktor yang perlu diperhatikan dan dianalisis sehingga dapat memberikan informasi akurat dalam rangka menentukan berbagai keputusan yang akan diambil selama proses perumusan Perencanaan Pembangunan Daerah. Penduduk pada dasarnya merupakan target utama yang ingin dituju oleh setiap proses pembangunan, yaitu berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal yang bisa dianalisis dalam hal kependudukan pada umumnya menyangkut masalah yang berkaitan dengan perubahan keadaan penduduk seperti kelahiran, kematian, jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, proyeksi jumlah penduduk dan perkembangan penduduk. Faktor – faktor tersebut memiliki peranan penting sebagai bahan yang perlu diketahui dalam rangka menentukan berbagai keputusan yang berkaitan dengan proses pembangunan.
Bila dilihat dari kajian teoritisnya, para ahli kependudukan membedakan pengertian antara analisis demografi dan studi kependudukan. Oleh Hauser, misalnya dikemukakan bahwa :
1.    Analisis demografi merupakan analisis statistik terhadap jumlah, distribusi, dan komposisi penduduk, serta komponen – komponen variasinya dan perubahannya, sedangkan,
2.    Studi kependudukan mempersoalkan hubungan – hubungan antara demografi dan variabel dari sistem lain (Rusli,1988).
Dalam kaitannya dengan proses Perencanaan Pembangunan Daerah, data dan informasi yang diperoleh melalui kedua konsep diatas sangat diperlukan. Dalam satu sisi, data – data statistik kependudukan perlu diketahui oleh setiap perencanaan pembanguan, kemudian pada sisi lainnya perencanaan pembangunan harus mampu melakukan analisis dari kondisi penduduk yang ada, dikaitkan dengan fungsi, peranan dan kontribusi serta pengaruhnya terhadap aspek – aspek lain dalam proses pembangunan yang menyeluruh. Harus diketahui, bagaimana  pengaruhnya  terhadap perkembangan ekonomi , sosial, budaya, pembanguna n fisik dan sebagainya.
Sehubungan dengan hal diata, tujuan analisis kependudukan dalam penyususnan perencanaan pembangunan daerah (PPD) sebenarnya sangat luas namun secara umum tujuan tersebut meliputi :
1.    Mengetahui kuantitas dan kondisi penduduk, baik berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, bahkan kondisi sosial-ekonominya.
2.    Mengetahui pertumbuhan masa lampau, masa sekarang, penurunannya dan penyebarannya (distribusinya) dalam suatu wilayahpembangunan.
3.    Mengembangkan hubungan sebab-akibat antara perkembangan penduduk dengan bermacam-macam aspek pembangunan.
4.    Mencoba memproyeksikan pertumbuhan penduduk dan kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya serta pengaruhnya terhadap pelaksanaan pembangunan.
5.    Senbagai bahan pemantau untuk melakukan pengendalian penduduk agar tidak terjadi ledakan penduduk yang dapat mempengaruhi kondisi masyarakat secara keseluruhan.



DAFTAR PUSTAKA
Riyadi dan Bratakusuma, Deddy Supriady. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah ; Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama